Ketika Anda masih kecil, senang rasanya bermain-main dengan air, entah di kolam renang, di sungai yang airnya jernih dan segar, di danau sambil menemani ayah memancing, atau bermain dengan ombak-ombak kecil di pantai. Berdasarkan apa yang kita lihat sepertinya air tetap di tempatnya, air sungai tetap menjadi air sungai, air di danau tetaplah air danau, dan air laut adalah air asin yang entah bagaimana dapat menyusun sebuah ombak yang memecah bibir pantai.
Tanpa kita sadari air tersebut terus mengalir, menuju muara laut di mana mereka akan bertemu dan membuat siklus baru. Tanpa terlihat mata, namun itulah yang terjadi pada setiap percikan air yang membuat hati kita riang.
Demikian pula kehidupan, yah walaupun masih menjadi suatu misteri namun kita ibaratkan saja kehidupan bagaikan air yang mengalir. Kita tak pernah menebak di mana ia akan berhenti, apa yang akan terjadi di kemudian hari, yang jelas kehidupan juga terus mengalir menuju suatu muara yang telah ditetapkan Yang Maha Kuasa.
Adakalanya kita sering merasa jenuh dan frustasi, seiring dengan aktivitas yang semakin padat, masalah yang datang bertubi-tubi bagaikan ombak yang menerpa pantai di siang hari, tajam, dahsyat dan tak berhenti menyerang. Dari situ kemudian rasa jenuh itu membuat kita merasa ingin berhenti dan membuatnya sebagai akhir, beberapa tindakan konyol yang tidak dewasa dilakukan, ada yang menenggak obat pembasmi serangga (padahal sebenarnya ia tahu es teler di ujung jalan lebih segar dan manis rasanya), adapula yang terjun dari lantai sekian sebuah gedung (walau saat melihat adegan di televisi serasa jantung teriris-iris karena takut), beberapa lainnya menyayat pergelangan tangan yang seharusnya dihiasi dengan pernak pernik aksesoris yang akan mempercantik dirinya.
Mereka mungkin lupa bahwa air tak pernah berhenti mengalir, walau pada akhirnya bermuara di laut, tetapi air masih mengikuti siklusnya, menguap menjadi awan dan turun lagi ke bumi dalam bentuk hujan atau embun. Sesekali mungkin air tersebut jatuh menerpa bebatuan padas dan keras, di waktu lain menerpa kelopak bunga indah yang sedang mekar. Kedua hal tersebut boleh memiliki sisi berlainan, yang menurut kita jatuh di atas batu padas berarti sebuah duka dan di atas kelopak bunga ibarat rasa suka. Suka maupun duka, air tersebut tetap akan mengalir menuju muara dan kembali mengikuti siklusnya, itulah yang harus kita sadari dan kita pegang selalu.
Hidup kita boleh berada dalam duka, ataupun di dalam suka, tertawa dan merasa bahagia, atau menangis merasakan derita, namun tetaplah bersemangat dan mengikuti ke mana kehidupan mengalir ke muara. Di situlah letak seni dan kebahagiaan sejati berada, di mana kita dapat menjadi berarti dan mampu menikmati setiap hal yang kita dapat di setiap kita berpijak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar